Arsitektur Tradisional Omah Adat Jawa
Arsitektur rumah
Jawa ditandai dengan adanya aturan hierarki yang dominan seperti yang
tercermin pada bentuk atap rumah. Rumah tradisional Jawa memiliki tata
letak yang sangat mirip antara satu dengan lainnya, tetapi bentuk atap
ditentukan pada status sosial dan ekonomi dari pemilik rumah. Arsitektur
tradisional rumah Jawa banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial
Belanda di Indonesia dan juga sangat berkontribusi pada perkembangan
arsitektur modern di Indonesia pada abad ke-20. Bentuk rumah tradisional Jawa mulai mempengaruhi perkembangan
arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Pada awal abad ke 19, rumah
Hindia Belanda dibuat menyerupai rumah Jawa karena bentuk rumah yang
mampu melawan panas tropis dan hujan lebat, namun tetap mampu
mengalirkan udara di bagian dalam rumah.
Hierarki Atap Rumah Adat Jawa
Sesuai dengan struktur
masyarakat Jawa dan tradisinya, rumah-rumah tradisional Jawa
diklasifikasikan menurut bentuk atap mereka dari yang terendah ke
tertinggi, yaitu Kampung, Limasan, dan Joglo.
1. Rumah Kampung.
Sumber. papan seiji |
Atap rumah Kampung diidentifikasikan
sebagai rumah dari rakyat biasa. Secara struktural, atap Kampung adalah
atap yang paling sederhana. Atap puncak rumah Kampung bersandar
pada empat tiang tengah dan ditunjang oleh dua lapis tiang pengikat.
Bubungan atap didukung penyangga dengan sumbu Utara-Selatan yang khas.
Struktur ini dapat diperbesar dengan melebarkan atap dari bagian atap
yang ada.
2. Rumah Limasan.
Sumber. gambar.photo |
Atap Limasan digunakan untuk rumah-rumah keluarga
Jawa yang memiliki status lebih tinggi. Jenis rumah ini adalah jenis
yang paling umum untuk rumah Jawa. Denah dasar empat tiang rumah
diperluas dengan menambah sepasang tiang di salah satu ujung atap.
3.Rumah Joglo.
Sumber. Joglokudus |
Atap Joglo adalah bentuk atap yang
paling khas dan paling rumit. Atap joglo dikaitkan dengan tempat tinggal
bangsawan (Keraton, kediaman resmi, bangunan pemerintah, dan rumah
bangsawan Jawa atau nigrat). Saat ini pemiliknya tidak lagi terbatas
pada keluarga bangsawan, tetapi siapa saja yang memiliki cukup dana
untuk membangunnya. Sebab, untuk membangun rumah Joglo dibutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal. Atap Joglo memiliki
beberapa ciri khas yang membedakannya dari 2 jenis atap sebelumnya.
Atap utama lebih curam, sementara bubungan atap tidak sepanjang rumah
Limasan. Di empat tiang utama yang mendukung atap di atasnya terdapat
susunan khas berupa tiang-tiang berlapis yang diartikan sebagai tumpang sari.
Selain itu, jika rumah Joglo terjadi kerusakan, proses perbaikan tidak
boleh mengubah bentuk semula. Orang Jawa percaya, melanggar aturan ini
akan menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada penghuni rumah.
Komentar
Posting Komentar